Mukjizat Itu Nyata

Mukjizat sering dipahami sebagai sebuah solusi atau jalan praktis memecahkan persoalan. Seorang pasien sakit parah, dokter menyampaikan tidak ada obatnya dan tinggal tunggu waktu saja. Keluarganya memohon Tuhan menyembuhkan melalui mukjizat. Praktis bukan? Tidak usah repot melaksanakan upaya diagnosa atau riset ihwal penyakit dan metode pengobatannya. Contoh lain, seseorang sedang kesulitan keuangan, sementara kebutuhan tidak sanggup ditunda. Lalu, ketika selesai berdoa, rumahnya ada yang mengetuk. Tampak seseorang tiba membawa segepok uang. Jumlahnya percis sesuai kebutuhan. Mukjizat! 

Salah satu aspek mukjizat yakni kemudahan, maka tidaklah mengherankan kalau banyak orang – terlepas dari keyakinan dan agama apa pun – mencari dan mengejar mukjizat. Berbeda dari kebanyakan orang, Albert Einstein mengajarkan kepada para mahasiswanya, “Kalian jangan menentukan jalan yang mudah!” Banyak orang beropini fatwa Einstein ini bersumber dari huruf Pauline, sang ibu yang bahkan dalam keadaan sulit sekalipun, selalu riang dan tanpa berpikir dua kali mengulurkan tangannya ketika melihat orang dalam kesulitan.

Pauline memahami benar potensi dan huruf Einstein. Sekalipun Einstein belum sanggup berbicara pada usia empat tahun dan selalu berada di rangking buncit pada ketika sekolah dasar, hampir semua orang, termasuk guru di sekolahnya mengatakan, “tidak ada kesempatan baginya untuk sukses, mustahil ia sukses!” Namun, sang ibu sangat mengenalnya. Einsten mempunyai huruf yang tidak akan puas kalau belum mendapatkan jawab atau hasil dari sesuatu yang ia cari. Selanjutnya, Einstein tumbuh menjadi sosok peneliti dan ilmuwan mahir kelas wahid.

Menarik, sang ibu selalu menolak untuk tinggal bersama Einstein. Mengapa? Ia menyadari kehadirannya sanggup mengganggu penelitian anaknya. Pauline menentukan menempatkan diri sebagai “pelayan” yang siap melaksanakan apa saja untuk mendukung penelitian anaknya. Ia menjauhkan apa saja yang sanggup menghalangi penelitian putranya. Ia menentukan menyediakan segala kemudahan yang diharapkan anaknya, hingga sanggup mengakibatkan Einstein sebagai keajaiban dunia! Einstein memperlihatkan kemajuan revolusi dalam ilmu fisika – yang pada ketika itu dasar-dasarnya berakar dari teori-teori yang dikemukakan oleh Isaac Newton dan Galileo Galilei. Einsten terus melaksanakan penelitian yang memperlihatkan bantuan bagi peradaban dunia. Puncaknya ia meraih Nobel atas disertasinya “Teori Relativitas Umum.”

Kehadiran Einstein merupakan mukjizat bagi peradaban dunia. Tetnyata benar apa yang dikatakannya, “jangan menentukan jalan yang mudah!” Keajaiban ilmu pengetahuan – dalam hal ini Fisika – terang tidak dimulai dengan jalan yang mudah. Maka kelirulah kalau kita memahami bahwa mukjizat itu menyederhana atau meniadakan upaya manusia.

Baca Juga

Mari kita berguru dari mukjizat pertama yang dilakukan oleh Yesus versi Injil Yohanes. Mukjizat itu yakni air menjadi anggur dalam sebuah pesta perkawinan di Kana (Yohanes 2:1-11). Pesta perkawinan Yahudi pada zaman Yesus sanggup berlangsung selama seminggu, dengan berbagai undangan. Kehabisan air anggur, minuman pesta, merupakan malu besar. Ibu Yesus, Maria mengetahui dan mengambil prakarsa. Namun, balasan Yesus terdengar kurang sedap, “Mau apakah engkau dari-Ku, Ibu?”Jawaban ini mengindikasikan bahwa Yesus menolak usul ibu-Nya. Yang ditolak Yesus yakni perjuangan ibu-Nya untuk melibatkan diri-Nya dalam pemecahan kasus kekurangan anggur. “Saat-Ku belum tiba!”Kata-Nya. Saat atau waktu dalam Injil Yohanes memperlihatkan pada ketika kemuliaan, ketika Yesus mati di kayu salib. Saat itu ditentukan oleh Sang Bapa sendiri, bukan oleh intervensi manusia.

Setelah ditegur dan prakarsanya ditolak, alih-alih kecewa dan marah, Maria memberi isyarat kepada para pelayan untuk melaksanakan apa pun yang Yesus katakan kepada mereka. Dengan demikian – meskipun secara fisik Maria yakni bunda yang melahirkan Yesus – ia dalam konteks ini memosisikan diri sebagai pelayan. Maria yakni tokoh pertama dalam kisah Injil yang memperlihatkan respons kepercayaan yang memadai terhadap apa yang dikatakan Yesus. 

Instruksi itu ditaati oleh para pelayan. Mereka menyediakan enam tempayan besar masing-masing diisi penuh dengan air. Perintah berikutnya, “Sekarang cedoklah dan bawalah kepada pemimpin pesta!”Tanpa mendapatkan warta dan pembuktian bahwa air itu telah menjelma anggur, dengan tidak ragu-ragu mereka membawanya kepada pemimpin pesta. Para pelayan bertindak sempurna menyerupai apa yang dikatakan Yesus, sebagaimana telah dipesan oleh ibu-Nya. Percaya akan apa yang dikataka Yesus dan melakukannya akan membuahkan mukjizat itu terjadi. 

Pemimpin pesta takjub dan memuji kualitas air anggur prima yang dibawa oleh para pelayan. Ia memuji mempelai laki-laki yang masih menyediakan air anggur yang baik hingga di penghujung pesta. Air anggur melambangkan sukacita. Sukacita yang berkualitas itu terus ada hingga simpulan ketika Yesus hadir di tengah mereka. Bukan itu saja, mereka merespons positif, percaya dan melaksanakan sempurna menyerupai apa yang Yesus perintahkan.

Benar, fokus kisah mukjizat ini bukanlah tugas Maria atau mukjizat air menjadi anggur. Melainkan, pernyataan diri Yesus kepada dunia (epifani). Dalam Injil Yohanes, mukjizat itu diartikan sebagai tanda. Tanda menjadi sarana untuk menyatakan kemuliaan Yesus; menegaskan bahwa Yesus tiba dari Allah, Ia yakni Firman Allah yang hidup yang menjadi manusia. Tanda yang dihadirkan Yesus mempunyai makna simbolis. Anggur yang lebih baik dan berkelimpahan yang sanggup membawa sukacita – bukan memabukkan – melambangkan apa yang ditunggu Israel dari Tuhan pada zaman keselamatan (Am.9:13-14; Hos. 14:8; Yer.31:12). Di dalam Yesus Allah mengaruniakan sukacita anugerah keselamatan sebagai ganti aturan Taurat. “Kasih karunia demi kasih karunia; alasannya yakni aturan Taurat diberikan melalui Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran tiba melalui Yesus”(Yoh.1:16-17). 

Sekalipun fokus kisah mukjizat ini yakni Yesus, Sang pembuat mukjizat namun, dalam kisah ini Maria, ibu Yesus ditampilkan sebagai orang beriman istimewa yang percaya kepada firman Yesus dan menularkan keyakinannya itu kepada orang lain, dalam hal ini para pelayan untuk siap melaksanakan apa pun yang dikatakan Yesus. Para pelayan dengan taat melakukannya, kemudian situasi pesta yang terancam penuh malu menjelma pesta yang penuh sukacita baru. Zaman gres yang diantarkan oleh Firman yang menjadi manusia, diikutsertakan orang-orang yang – sama menyerupai Maria – percaya dan berpegang pada firman Tuhan.

Kisah mukjizat di dalam Injil selalu melibatkan orang-orang di sekeliling Yesus yang merespons positif kehadiran dan ucapan-Nya. Mukjizat tidak meniadakan perjuangan dan tugas serta manusia. Sama halnya dengan doa. Doa tidak menggantikan upaya kerja keras si pendoa untuk bekerja dan berusaha mewujudkan apa yang terbaik agar terjadi. Di balik keberhasilan Einstein ada Pauline yang sungguh-sungguh mengenal potensi anaknya. Ia percaya akan potensi itu, maka ia mendukungnya sepenuh hati. Sang ibu yakni orang pertama yang meyakini potensi itu.

Maria, sang bunda Yesus juga yakni orang pertama yang meyakini potensi Yesus dan ia bertindak tepat. Maria menyediakan kemudahan untuk terjadinya sebuah mukjizat di tengah krisis. Barangkali kita bukan sekaliber Maria atau pun Pauline. Namun, bukankah kita – dalam batas-batas tertentu – mengenal Tuhan kita, Yesus Kristus. Kita yakin, bahwa Dia hingga hari ini pun sanggup melaksanakan tindakan mukjizat. Masalahnya, apakah kita hanya mau gampangnya saja? Mau air anggurnya saja tanpa ketaatan untuk menyediakan tempayan dan air? Ataukah kita hanya mau mendapatkan hadiah Nobelnya saja tanpa harus melaksanakan serangkaian penelitian? 
Mencontoh dari Maria, ketika kita meyakini Yesus Kristus sanggup melaksanakan mukjizat, maka mestinya kita percaya dan melaksanakan segala apa yang diperintahkan-Nya. Bahkan, mestinya kita sanggup melangkah lebih maju lagi yakni, kepercayaan Yesus sebagai Mesias tidak lagi memerlukan pembuktian tanda atau mukjizat! Bukankah Injil sudah lebih dari cukup untuk menyatakan bahwa Yesus Kristus yakni Firman Allah yang hidup?

Jakarta, Minggu kedua setelah Epifani 2019
Sumber https://nananggki.blogspot.com/

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel