Tuduhan Radikal Dan Seracen Kembali Ke Alamat Pengirim Oleh Balya Nur
“Jika fiksi yaitu adalah suatu energi untuk mengaktifkan imajinasi, maka kibat suci yaitu fiksi dan itu penting dan baik. Beda dengan fiktif, yang cenderung mengada-ada. Itu intinya.“
Begitu kira-kira penjelasan Rocky Gerung di depan polisi yang minta keterangannya.
Tapi para pembencinya nggak mau tahu. Pokoknya, dalam KBBI fiksi dan fiktif bila dihubungkan dengan kitab suci, sama jahatnya.
Menurut KBBI, fiksi yaitu dongeng rekaan (roman, novel, dan sebagainya); rekaan, khayalan, tidak menurut kenyataan; pernyataan yang hanya menurut imajinasi atau pikiran.
Sementara fiktif didefinisikan: bersifat fiksi, hanya terdapat dalam khayalan.
Lihat juga: Mana Jalan Tolmu? Ini Jalan Tolku!
Sudah, cukup hingga disitu. Sudah capek bicara soal itu semenjak beberapa bulan lalu.
Masa mesti mengulang lagi dari awal.
Saya mau bahas yang lagi hangat soal pengertian radikal.
Dalam KBBI, radikal yang asal katanya yaitu radix, akar, maka radikal sama dengan segala sesuatu yang sangat fundamental hingga ke akar-akarnya, atau hingga pada prinsipnya.
Sarlito Wirawan menciptakan definisi, radikal yaitu perasaan yang positif terhadap segala sesuatu yang bersifat ekstrim hingga ke akar-akarnya.
Maka boleh dibilang, radikal yaitu hal yang positif, alasannya yaitu memegang teguh prinsip.
Jika radikal yaitu memegang teguh prinsip, yang berarti positif, maka Ormas NU yaitu ormas radikal.
Begitulah argumen buku pelajaran kelas V SD yang diterbitkan tahun oleh Mendikbud.
Dalam buku tersebut NU digolongkan sebagai organisasi radikal di masa penjajahan.
Posisi NU juga bersandingan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), Perhimpunan Indonesia (PI), dan Partai Nasional Indonesia (PNI) sebagai organisasi penentang penjajah.
Tentu saja NU protes.
Berbeda dengan arti fiksi, arti radikal yang sudah terlanjur berkonotasi buruk, NU tidak mau kembali pada pengertian KBBI.
Pokoknya radikal itu jahat, titik.
Mendikbud harus merevisi buku itu.
"Jika ingin menggambarkan usaha kala itu, yang lebih sempurna frasa yang dipakai yaitu masa patriotisme, yakni masa-masa menentang dan melawan penjajah," kata Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini melalui siaran pers.
Kalau diganti dengan patriotisme maka tentu saja akan memunculkan duduk masalah baru.
Kan disitu juga ada PKI.
Apakah buku itu nanti akan menempatkan PKI juga sebagai patriot?
Sudahlah, itu urusan mendikbud, mau direvisi kaya apa kek nantinya.
Sejak kapan radikal berkonotasi negatif?
Sejak pemerintah ini berkuasa.
Perang terhadap terorisme menyasar ormas Islam yang dituduh sebagai kelompok radikal.
Radikalisme yaitu akar terorisme!
Maka ormas Islam menyerupai FPI, HTI, termasuk paguyuban 212 dituduh sebagai kelompok radikal yang harus diwaspadai.
Pemerintah seolah alergi bersentuhan tubuh dengan kelompok yang dituduh radikal ini.
Dandim yang pernah nekad melatih bela negara pada FPI, kontan dimutasi. FPI nggak berhak ikut latihan bela negara!
Di mana posisi NU? O, mereka beda.
Ormas Islam ini yaitu penganut Islam washatiyah, nggak ke kanan, nggak ke kiri, Islam moderat, satu hal yang niscaya setia pada pancasila dan NKRI.
Bukan cuma itu, Banser Anshor yaitu garda terdepan melawan radikalisme.
Lihat juga: Man of The Match Debat Capres Pertama 2019
Mereka juga ikutan mengirim tuduhan kepada ormas-ormas semacam FPI, HTI, dan paguyuban 212 sebagai kelompok radikal!
Maka tidak heran bila NU berang ormasnya ditulis sebagai ormas radikal oleh Mendikbud, walau radikal dalam pengertian positif.
Kan sama saja dengan istilah radikal yang kembali pada pengirimnya.
Sekarang soal Saracen.
Ketika pentolan Saracen ditangkap, hebohnya minta ampun.
Seolah ada komplotan besar yang melibatkan tokoh politik nasional yang akan bikin kacau via medsos.
Polisi berjanji akan membongkar tokoh politik yang menjadi dalang di balik Saracen.
Walhasil, ujungnya cuma soal kesalahan tukang servis internet dan emak-emak yang mengeritik ucapan seorang menteri.
Tapi alasannya yaitu hebohnya sudah bikin takut seantero jagad republik ini, maka siapa saja yang dituduh terlibat Saracen, sudah niscaya celaka tiga belas!
Salah satu penggagas medsos yang rajin mengirim tuduhan Saracen ke lawan politiknya yaitu Abu Janda alias Arya Permadi.
Mau Saracen beneran atau bukan, pokoknya yang berseberangan dengannya niscaya dituduh Saracen!
Entah bagaimana ceritanya, facebook mengumumkan penutupan sejumlah akun, salah satunya akun FP Abu Janda.
Facebook memasukan akun Abu Janda sebagai kelompok Saracen!
Tentu saja Arya Permadi ngamuk-ngamuk nggak karuan.
Bukan soal akunnya yang ditutup, tuduhan dimasukan dalam daftar Saracennya itu lho!
Kan sama saja dengan tuduhan Saracen yang kembali ke alamat pengirimnya!
Nggak tangung-tanggung, Arya Permadi alias Abu Janda melayangkan gugatan kepada pihak Facebook.
Arya mengultimatum Facebook untuk segera membersihkan namanya dari newsroom Facebook.
Dia meminta Facebook untuk segera menciptakan penjelasan selambatnya 4 hari sehabis gugatan dilayangkan.
Lihat juga: Jangan Bercermin pada Cermin Retak
Kalau dalam 4 hari Facebook tidak clear-kan nama saya, kita akan gugat secara perdata sebesar Rp 1 triliun dan kita gugat secara pidana UU ITE
"Ini menghancurkan hidup saya, nama saya, reputasi saya, buat saya kehilangan penghasilan saya dan banyak hal lainnya," kata Abu Janda. Bayangkan saja menyerupai apa ekspresinya ketika meratap menyerupai ini.
Dua bencana yang hampir bersamaan itu, terserahlah mau ditafsirkan menyerupai apa.
Note: Artikel ini diambil dari status opini Facebook Babeh Balya Nur, dan diterbitkan di Opini Awam Bicara atas persetujuan yang bersangkutan.
Sumber https://www.awambicara.id/
Begitu kira-kira penjelasan Rocky Gerung di depan polisi yang minta keterangannya.

Tapi para pembencinya nggak mau tahu. Pokoknya, dalam KBBI fiksi dan fiktif bila dihubungkan dengan kitab suci, sama jahatnya.
Baca Juga
Menurut KBBI, fiksi yaitu dongeng rekaan (roman, novel, dan sebagainya); rekaan, khayalan, tidak menurut kenyataan; pernyataan yang hanya menurut imajinasi atau pikiran.
Sementara fiktif didefinisikan: bersifat fiksi, hanya terdapat dalam khayalan.
Lihat juga: Mana Jalan Tolmu? Ini Jalan Tolku!
Radikal dan Seracen
Sudah, cukup hingga disitu. Sudah capek bicara soal itu semenjak beberapa bulan lalu.
Masa mesti mengulang lagi dari awal.
Saya mau bahas yang lagi hangat soal pengertian radikal.
Dalam KBBI, radikal yang asal katanya yaitu radix, akar, maka radikal sama dengan segala sesuatu yang sangat fundamental hingga ke akar-akarnya, atau hingga pada prinsipnya.
Sarlito Wirawan menciptakan definisi, radikal yaitu perasaan yang positif terhadap segala sesuatu yang bersifat ekstrim hingga ke akar-akarnya.
Maka boleh dibilang, radikal yaitu hal yang positif, alasannya yaitu memegang teguh prinsip.
Buku Pelajaran SD - Ormas NU Radikal
Jika radikal yaitu memegang teguh prinsip, yang berarti positif, maka Ormas NU yaitu ormas radikal.
Begitulah argumen buku pelajaran kelas V SD yang diterbitkan tahun oleh Mendikbud.
Dalam buku tersebut NU digolongkan sebagai organisasi radikal di masa penjajahan.

Posisi NU juga bersandingan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), Perhimpunan Indonesia (PI), dan Partai Nasional Indonesia (PNI) sebagai organisasi penentang penjajah.
Tentu saja NU protes.
Berbeda dengan arti fiksi, arti radikal yang sudah terlanjur berkonotasi buruk, NU tidak mau kembali pada pengertian KBBI.
Pokoknya radikal itu jahat, titik.
Mendikbud harus merevisi buku itu.
"Jika ingin menggambarkan usaha kala itu, yang lebih sempurna frasa yang dipakai yaitu masa patriotisme, yakni masa-masa menentang dan melawan penjajah," kata Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini melalui siaran pers.
Kalau diganti dengan patriotisme maka tentu saja akan memunculkan duduk masalah baru.
Kan disitu juga ada PKI.
Apakah buku itu nanti akan menempatkan PKI juga sebagai patriot?
Sudahlah, itu urusan mendikbud, mau direvisi kaya apa kek nantinya.
Sejak kapan radikal berkonotasi negatif?
Sejak pemerintah ini berkuasa.
Perang terhadap terorisme menyasar ormas Islam yang dituduh sebagai kelompok radikal.
Radikalisme yaitu akar terorisme!
Maka ormas Islam menyerupai FPI, HTI, termasuk paguyuban 212 dituduh sebagai kelompok radikal yang harus diwaspadai.
Pemerintah seolah alergi bersentuhan tubuh dengan kelompok yang dituduh radikal ini.
Dandim yang pernah nekad melatih bela negara pada FPI, kontan dimutasi. FPI nggak berhak ikut latihan bela negara!
Di mana posisi NU? O, mereka beda.
Ormas Islam ini yaitu penganut Islam washatiyah, nggak ke kanan, nggak ke kiri, Islam moderat, satu hal yang niscaya setia pada pancasila dan NKRI.
Bukan cuma itu, Banser Anshor yaitu garda terdepan melawan radikalisme.
Lihat juga: Man of The Match Debat Capres Pertama 2019
Mereka juga ikutan mengirim tuduhan kepada ormas-ormas semacam FPI, HTI, dan paguyuban 212 sebagai kelompok radikal!
Maka tidak heran bila NU berang ormasnya ditulis sebagai ormas radikal oleh Mendikbud, walau radikal dalam pengertian positif.
Kan sama saja dengan istilah radikal yang kembali pada pengirimnya.
Abu Janda Dedengkot Seracen
Sekarang soal Saracen.
Ketika pentolan Saracen ditangkap, hebohnya minta ampun.
Seolah ada komplotan besar yang melibatkan tokoh politik nasional yang akan bikin kacau via medsos.

Polisi berjanji akan membongkar tokoh politik yang menjadi dalang di balik Saracen.
Walhasil, ujungnya cuma soal kesalahan tukang servis internet dan emak-emak yang mengeritik ucapan seorang menteri.
Tapi alasannya yaitu hebohnya sudah bikin takut seantero jagad republik ini, maka siapa saja yang dituduh terlibat Saracen, sudah niscaya celaka tiga belas!
Salah satu penggagas medsos yang rajin mengirim tuduhan Saracen ke lawan politiknya yaitu Abu Janda alias Arya Permadi.
Mau Saracen beneran atau bukan, pokoknya yang berseberangan dengannya niscaya dituduh Saracen!
Entah bagaimana ceritanya, facebook mengumumkan penutupan sejumlah akun, salah satunya akun FP Abu Janda.
Facebook memasukan akun Abu Janda sebagai kelompok Saracen!
Tentu saja Arya Permadi ngamuk-ngamuk nggak karuan.
Bukan soal akunnya yang ditutup, tuduhan dimasukan dalam daftar Saracennya itu lho!
Kan sama saja dengan tuduhan Saracen yang kembali ke alamat pengirimnya!
Nggak tangung-tanggung, Arya Permadi alias Abu Janda melayangkan gugatan kepada pihak Facebook.
Arya mengultimatum Facebook untuk segera membersihkan namanya dari newsroom Facebook.
Dia meminta Facebook untuk segera menciptakan penjelasan selambatnya 4 hari sehabis gugatan dilayangkan.
Lihat juga: Jangan Bercermin pada Cermin Retak
Kalau dalam 4 hari Facebook tidak clear-kan nama saya, kita akan gugat secara perdata sebesar Rp 1 triliun dan kita gugat secara pidana UU ITE
"Ini menghancurkan hidup saya, nama saya, reputasi saya, buat saya kehilangan penghasilan saya dan banyak hal lainnya," kata Abu Janda. Bayangkan saja menyerupai apa ekspresinya ketika meratap menyerupai ini.
Dua bencana yang hampir bersamaan itu, terserahlah mau ditafsirkan menyerupai apa.
Note: Artikel ini diambil dari status opini Facebook Babeh Balya Nur, dan diterbitkan di Opini Awam Bicara atas persetujuan yang bersangkutan.
Sumber https://www.awambicara.id/