Cerita Dari Tanjung Aan Dan Bukit Merese
Dengan banyak sekali permasalahan yang ada, daerah Mandalika cukup tidak mengecewakan usang berbenah. Namun alhamdulilah sekarang, jalan jalan udah lebar dan mulus, akomodasi umum ditambah (tempat bilas), pembangunan beberapa hotel mewah, serta udah ada masjid besar berjulukan Masjid Nurul Bilad.
Namun itu semua hanya di sekitar pantai Kuta Mandalika saja, berbeda kondisinya dengan pantai Tanjung Aan dan sekitarnya, Jalannya sebagian besar masih rusak dan yang paling mengganggu ialah tembok panjang yang membentang sepanjang pantai dari Bukit Merese, sumpah deh nih tembok ganggu banget, enggak segera dilanjutkan pembangunan lagi, dibiarin gitu aja.
Beberapa hari yang lalu, saya menyempatkan mampir ke Pantai Tanjung Aan, sesudah setahunan lebih enggak kesana, heuheuheu. Sudah sering sih mendengar dongeng mengenai tembok panjang itu, hingga akibatnya saya melihat sendiri.
Untuk masuk ke tanjung aan di penggalan kaki bukit merese, kita dipungut biaya 10rb rupiah/mobil, enggak menghitung isi orang nya berapa, pokoknya semobil 10rb. Kendaraan kita parkirkan di deket jalur pendakian ke Bukit Merese, dari portal masuk tadi ke parkiran ini, dahulu pemandangannya manis lho, pantai indah dengan pasir putih, tapi kini pemandangannya tembok, heuheuheu.
Dari parkiran, kita berjalan kaki untuk menuju pantai yang berada di balik tembok ini. Ada lobang kecil di tembok itu (entah siapa yang melobangi), kita harus nunduk (bener bener nuduk) untuk dapat masuk, sedangkan si kecil dapat eksklusif masuk aja, lantaran tinggi lobang ini sekitar 5cm di atas kepala si kecil.
Yuhuuuu, akibatnya kita hingga juga di pantainya....
Suasana Tanjung Aan di penggalan ini paling uenaak dah, lantaran teduh, banyak pohon nya, sehingga kita dapat goler goler tiduran di pasir sambil menikmati bunyi deru ombak. Kita goler goler dulu lantaran ketika hingga sini masih tidak mengecewakan terik, yaa sekalian istirahat lah ya.
Walaupun bahwasanya nyaman, namun ada 3 hal nih yang sedikit mengganggu.
Yang pertama ialah banyaknya sampah, baik itu sampah organik (rumput laut) maupun bungkus bungkus makanan. Sampah organik ini disebabkan lantaran final akibat ini ombak lagi besar, jadi banyak terbawa hingga tepi pantai, sedangkan sampah bungkus makanan, yaaa menyerupai biasa disebabkan oleh wisatawan yang gak peduli ama sekitarnya, padahal ada lho tempat sampah di sekitar sini.
Yang kedua ialah banyaknya anjing, entah ini anjing liar atau anjing milik warga sekitar yang membuka warung di sekitar pantai. Kehadirannya tidak mengecewakan mengganggu sih, suka mendekat dekat, apalagi jika kita sedang makan semacam daging2an... Terus juga suka laga mereka, suaranya itu lho, serem cui..
Yang ketiga ialah para penjaja gelang dan kain. Pekerjaan mereka sebenernya mulia sih, berjualan, mencari uang dengan cara yang halal. Namun beberapa orang/wisatawan dapat jadi bakal terganggu dengan cara mereka berjualan, lantaran sedikit memaksa sih. Beneran deh. Dan saya pernah ngalamin dulu, awalnya khan lantaran kasihan, yaudah saya beli dah gelangnya (walaupun nanti enggak bakal kupake sih), nah pas milih milih, eh temen temen nya sesama penjual gelang (semua anak anak di bawah 10 tahun) tiba tiba tiba menyerbu, dan pengen dibeli juga barang dagangannya, heuheuheu.... Berabe khan..
***
Semakin sore, air maritim terlihat semakin surut. Tumbuhan maritim berwarna hijau yang awalnya tadi enggak kelihatan terendam air laut, kini menjadi terlihat. Dan sejurus kemudian, beberapa inaq2 (ibu ibu) dan anaknya dengan membawa alat pencongkel menunduk nunduk menyusuri tumbuhan/rumput2 maritim tersebut, hoho ternyata mereka sedang mencari kerang untuk dikonsumsi. By the way bila kalian pernah nonton serial drama korea "What's Wrong with Secretary Kim" , nah ada tuh adegan lagi nyari kerang menyerupai ini, heuheuheu.
Lalu perjalanan kita lanjutkan dengan mendaki bukit merese, niatnya sih mau sunsetan. Sampai di atas, ternyata udah rame banget cui, ada yang lagi syuting pula, adegannya ialah Perang Peresean, lengkap dengan penabuh alat musiknya. Enggak tahu sih itu syuting apa, saya enggak nanya, cuma menikmati saja. Bukan hanya wisatawan lokal yang nongkrong dsini, wisatawan mancanegara pun banyak. Mereka duduk duduk sambil foto foto, sekaligus menanti terbenamnya matahari.
Niat untuk sunset-an ternyata pupus, heuheuheu, si kecil rewel minta pulang, ya sudah daripada nangis, kita akibatnya beranjak dari tempat ini, berjalan turun menuju parkiran dan pulang....