Imam Nawawi Al-Bantani


 Biografi Imam Nawawi Banten atau Syekh Nawawi Al Imam Nawawi Al-Bantani

Biografi Imam Nawawi Banten atau Syekh Nawawi Al-Bantani


Apabila kita mengulas para ulama nusantara yang keulamaannya dikenal dan diakui oleh dunia, maka kita akan menemukan banyak sekali ulama yang mencapai posisi tersebut. Dan dari sekian banyak para ulama bertaraf dunia, maka kita tidak boleh melupakan satu sosok yang sangat fenomenal di dunia islam, yang telah mewarnai islam dengan ajarannya yang sangat berbobot, karyanya yang sangat indah dan bermutu, dan yang mampu melahirkan generasi ulama baru yang mumpuni dan juga bertaraf dunia. Siapa lagi kalau bukan Imam Nawawi Al-Bantani, seorang ulama besar dunia yang ternyata merupakan putra kelahiran Banten.

Imam Nawawi al-Bantani, begitu beliau banyak dikenal, merupakan seorang ulama kelas dunia yang lahir di Tanara, Serang, pada tahun 1230 hijriyah atau sekitar tahun 1813 masehi. Nama lengkap beliau adalah Abu Abdul Mu'thi Muhammad Nawawi bin Umar bin Arabi. Namun demikian beliau dikenal dengan nama Nawawi al-Bantani, yang berarti beliau berasal dari Banten.


Imam Nawawi Al-Jawi Al-Bantani


Tanara senidir merupakan sebuah desa kecil di masanya dan berada dalam bagian kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Propinsi Banten. Di masa sekarang, tempat kelahiran beliau berada di alamat kampung pesisir, desa pedaleman, kecamatan tanara, dan berada di depan masjid Jami' Imam Nawawi Al-Bantani.

Apabila dirunut nasabnya, Sayyidi Imam Nawawi al-Bantani ini maih keturunan dari Maulana Hasanuddin, putra dari kanjeng Sunan Gunung Jati, Cirebon. Dari jalur Maulana Hasanuddin ini nasab Imam Nawawi sampai kepada kanjeng nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam,tepatnya dari putra Maulana Hasanuddin yang bernama Pangeran Suniararas. Adapun ayah Imam Nawawi bernama Sayyidi Syekh Umar bin Arabi, seorang ulama besar banten, dan ibunda beliau bernama Sayyidah Zubaedah.

Dilihat dari spesialisasinya, maka beliau merupakan ulama besar yang serba bisa dan menguasai berbagai macam disiplin ilmu keislaman. Diantaranya, beliau sangat mumpuni dalam bidang tafsir al-Quran, hadits nabawi, akidah, fiqh, hingga pada ilmu tasawuf juga menjadi bagian dari keahlian beliau.

Perjalanan Thalabul Ilmi Imam Nawawi


Imam Nawawi sejak kecil telah terbiasa hidup di tengah-tengah keluarga yang sangat agamis. Sebagai putra dari ulama besar di masanya, kehidupan Imam Nawawi tidak pernah lepas dari mengaji dan menuntut ilmu agama. Selain itu, sejak kecil, sosok Nawawi kecil benar-benar telah menyita perhatian keluarga dan masyarakat sekitar dikarenakan keunggulannya dalam kecerdasan dan menerima pelajaran. Selain itu beliau dikenal sebagai anak yang sangat kritis, sehingga tidak jarang sang ayah kesulitan memberikan penjelasan dan jawaban terhadap pertanyaan yang disampaikan oleh Imam Nawawi.

Adanya potensi besar yang dimiliki Nawawi kecil inilah yang kemudian mendorong sang ayah untuk mengirim beliau ke berbagai pesantren di pulau Jawa. Disinilah perjalanan panjang nawawi kecil dalam menuntut ilmu dimulai. Mula-mula ia belajar kepada kyai Sahal, banten. Setelah itu kepada Kyai Yusuf di Purwakarta. Dalam perjalanan menuntut ilmuitulah, pengetahuan dan pemahaman nawawi kecil tentang keislaman bertambah dalam. Bahkan saking hebatnya beliau dalam menyerap ilmu yang diajarkan, sejak usia yang masih sangat muda, belum mencapai 15 tahun, beliau telah mulai mengajar banyak orang. Kemdian pada usia 15 tahun, beliau memutuskan untuk berziarah ke Makkah dan Madinah guna melaksanakan ibadah haji sekaligus berguru kepada para ulama besar di sana.

Diantara sekian banyak guru beliau yang dapat dicatat dan memberikan pengaruh besar terhadap pribadi beliau yaitu antara lain:

1.      Sayyidi Asy-Syekh Ahmad Zaini Dahlan

2.      Sayyidi Asy-Syekh Khatib Sambas

3.      Sayyidi Asy-Syekh Ahmad Dimyati

4.      Sayyidi Asy-Syekh Muhammad Khatib Duma al-Hambali

5.      Sayyidi Asy-Syekh Junaid al-Batawi

6.      Sayyidi Asy-Syekh Sayyid Ahmad Nahrawi

7.      Sayyidi Asy-Syekh Abdul Ghani Bima

8.      Sayyidi Asy-Syekh Yusuf Sumbulaweni

9.      Sayyidi Asy-Syekh Abdul Hamid Daghestani

10.  Sayyidi Asy-Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah Al-Maliki

11.  Sayyidi Asy-Syekh Zainuddin Aceh

12.  Sayyidi Asy-Syekh Syihabuddin

13.  Sayyidah Fatimah binti Sayyidi Asy-Syekh Abdush Shamad al-Falimbani

14.  Sayyidi Asy-Syekh Yusuf bin Arsyad Al-Banjari

15.  Sayyidi Asy-Syekh Abdush Shamad bin Abdurahman Al-Falimbani

16.  Sayyidi Asy-Syekh Mahmud Kinan Al-Falimbani

17.  Sayyidi Asy-Syekh Aqib bin Hasanuddin Al-Falimbani

18.  dan lain sebagainya.

Selama kurang lebih tiga tahun Imam Nawawi muda menimba ilmu di Haramain. Setelah itu beliau pulang kembali di Banten. Sesampainya di banten, beliau melihat keadaan masyarakat yang sangat memprihatinkan akibat dari kesewenang-wenangan penjajah Belanda. Beliau banyak menemukan praktik ketidakadilan yang membuat hati tersayat terasa sakit sekali. Tidak tahan terhadap segala bentuk kedzaliman inilah kemudian Nawawi muda berusaha mengobarkan jihad untuk melawan penjajah Belanda. Beliau keliling Banten guna mengobarkan perlawanan hingga penjajah Belanda merasa perlu untuk memberikan tekanan dan perlawanan khusus terhadap beliau. Penjajah pun berusaha untuk membatasi gerak-gerik beliau dan melarang beliau memberikan khutbah dan ceramah di tengah-tengah masyarakat. Bahkan beliau dituduh sebagai pengikut pangeran Diponegoro yang saat itu memang tengah mengobarkan perlawanan sengit kepada penjajah belanda.

Setelah mempertimbangkan banyak, akhirnya Imam Nawawi muda hijrah ke makkah, tepat pada saat perang Diponegoro padam pada tahun 1830 masehi. Beliau kembali lagi ke makkah, selain untuk menuntut ilmu kepada para ulama juga untuk mengobarkan semangat patriotisme dan nasionalisme di kalangan para santri asal Indonesia yang saat itu banyak sekali yang juga belajar di Makkah. Terhitung selama kurang lebih 30 tahun (sejak tahun 1830 masehi s.d. 1860 masehi) beliau berjuang untuk menuntut ilmu kepada para ulama besar di sana, hingga pada akhirnya beliau menjadi sosok ulama besar yang amat sangat disegani oleh umat muslim di masanya atau di masa sesudahnya.


Menjadi Ulama Besar Panutan Umat


Nama besar Imam Nawawi al-Bantani mulai dikenal luas masyarakat Makkah dan masyarakat dunia semenjak beliau mulaimembuka pengajian di halaman rumahnya yang berada di Syi'ib ali, Mekkah. Awalnya, murid beliau tidak sampai 100 santri, namun karena kealiman dan kebesaran nama beliau, sedikit demi sedikit namun pasti, murid beliau bertambah banyak dan bahkan hingga tidak mampu lagi dihitung secara pasti karena memang saking banyaknya. Tidak santri asal Indonesia saja yang datang dan mengaji kepada beliau, namun banyak pula para santri dari negara lain yang menjadi murid beliau. Ketenaran Imam Nawawi al-Bantani semakin luas ketika beliau diangkat sebagai imam masjidil Haram menggantikan Sayyidi Asy-Syekh Khatib al-Minangkabauwi.

Diantara sekian banyak murid Imam Nawawi al-bantani yang dikemudian hari menjadi ulama besar diantaranya yaitu:

1.      Sayyidi Asy-Syekh Mahfudz at-Turmusi, ulama tanah Haram yang berasal dari Nusantara, tepatnya Termas, Pacitan

2.      Hadlratusy Syekh Mbah Hasyim Asy'ari, pendiri jam'iyah Nahdlatul Ulama, ormas Islam terbesar di dunia. Mbah merupakan salah satu murid kesayangan Imam Nawawi dan seringkali apabila Mbah Hasyim mengkaji kitab beliau atau ingat beliau di sela-sela pengajiannya, Mbah Hasyim menitikkan air mata, menangis terharu karena sangat cinta dan rindu dengan gurunya tersebut.

3.      Sayyidi Asy-Syekh Ahmad Dahlan, pendiri Jam'iyah Muhammadiyah, salah satu ormas besar di dunia

4.      Sayyidi Asy-Syekh Khalil Bangkalan, Madura, Gurunya para ulama besar tanah jawa, termasuk guru dari Hadlratusy Syekh Hasyim Asy-ari

5.      Sayyidi Asy-Syekh Asnawi Kudus, ulama besar ahli quran

6.      Sayyidi Asy-Syekh Asy'ari, Bawean, yang kemudian diambil mantu oleh Imam Nawawi dan dinikahkan dengan putrinya yang bernama Nyi Maryam

7.      Sayyidi Asy-Syekh Nahjun, Kampung Gunung, Mauk, Tangerang, yang dijadikan mantunya (cucu)

8.      Sayyidi Asy-Syekh Tubagus Muhammad Asnawi, Carigin, Banten

9.      Sayyidi Asy-Syekh Muhammad Zainuddin bin Badawi as-Sumbawi, Sumba, Nusa tenggara

10.  Sayyidi Asy-Syekh Abdus Satar bin Abdul Wahab as-Shidqi al-Makki

11.  Sayyidi Asy-Syekh Al-Habib Ali bin Ali Al-Habsyi al-Madani

12.  Sayyidi Asy-Syekh Tb. Bakrie, Sempur, Purwakarta

13.  Sayyidi asy-Syekh Ilyas, Kragilan, Serang

14.  Sayyidi Asy-Syekh Abdul Ghaffar, Tirtayasa, Serang

15.  Sayyidi Asy-Syekh Arsyad Thawil, seorang ulama sekaligus pejuang yang dikader Imam Nawawi di Makkah, Tanara, Serang, yang kemudian dibuang oleh penjajah Belanda ke Manado, Sulawesi Utara karena peristiwa Geger Cilegon.

16.  Sayyidi KH. Wasit, seorang ulama sekaligus pejuang yang dikader Imam Nawawi di Makkah

17.  Sayyidi KH. Abdurahman, seorang ulama sekaligus pejuang yang dikader Imam Nawawi di Makkah

18.  Sayyidi KH. Haris, seorang ulama sekaligus pejuang yang dikader Imam Nawawi di Makkah

19.  Sayyidi KH. Arsyad Qasir, seorang ulama sekaligus pejuang yang dikader Imam Nawawi di Makkah

20.  Sayyidi KH. Aqib, seorang ulama sekaligus pejuang yang dikader Imam Nawawi di Makkah

21.  Sayyidi Tubagus KH. Ismail, seorang ulama sekaligus pejuang yang dikader Imam Nawawi di Makkah

22.  Sayyidi Asy-Syekh Abdul Haq bin Abdul Hannan Al-Jawi Al-Bantani (1285 H/1868 M s.d. 1324 H/1906 M) yang selain murid sekaligus juga salah satu cucu kesayangan beliau

23.  dan lain sebagainya

Sebagai ulama besar yang berasal dari negeri yang sedang berada di bawah penjajahan, Imam Nawawi juga banyak memberikan pengajian yang berisi anjuran dan semangat untuk membela tanah air dan mengobarkan nasionalisme kepada para santri yang setiap hari berada dalam asuhan beliau. Dari sinilah pemikiran-pemikiran beliau banyak ditularkan oleh para santri ketika mereka menjadi para ulama yang berjuang secaralangsung maupun tidak langsung di nusantara. Karena pengaruh Imam Nawawi yang demikian besar inilah yang akhirnya membuat penjajah Belanda berang. mereka kemudian mengutus seorang orientalis bernama Snouck Hurgronje agar menemui beliau di mekkah. Snouck pun segera pergi ke makkah dengan menyamar sebagai seorang Arab bernama Abdul Ghafur. Setelah bertemu dengan Imam Nawawi, Snouck yang menyamar dengan nama Abdul Ghafur itu pun bertanya kepada beliau,

"Ya Syekh, mengapa anda tidak mengajar di Masjidil Haram saja, mengapa anda memilih mengajar di perkampungan jawa?"

Imam Nawawi kemudian menjawab, "Pakaianku yang jelek dan kepribadianku tidak cocok dan tidak pantas dengan keilmuan seorang profesor berbangsa Arab."

Snouck bertanya lagi, "Bukankah banyak orang yang tidak sepakar anda namun juga mengajar di sana ?"

Imam Nawawi menjawab, "Kalau mereka diizinkan mengajar di sana, pastilah mereka cukup berjasa."

Demikianlah sedikit pertemuan dan percakapan Imam Nawawi dengan seorang orientalis bernama Snouck Hurgronje yang kemudian oleh Snouck disimpulkan bahwa sosok Imam Nawawi adalah sosok ulama besar yang sangat alim, mendalam ilmunya, namun tetap rendah hati, tidak sombong dan bersedia berkorban demi kepentingan agama dan bangsa.

Kebesaran nama, keluasan ilmu, serta ketinggian budi pekerti Imam Nawawi al-bantani tentu saja membuat membuat ulama di masanya merasa sangat kagum kepada para beliau. Banyak sekali para ulama dan para pakar yang kemudian memberikan gelar kehormatan kepada beliau. Diantara gelar kehormatan yang disematkan kepada beliau adalah sebagai berikut:

1.      As-Sayyid Al-Ulama Al-Hijaz (tokoh ulama Hijaz)

2.      Nawawi Ats-Tsani (Nawawi Kedua). Sebagaimana diketahui, bahwa di dunia islam dikenal dua orang ulama besar yang sama-sama bernama Nawawi. Nawawi pertama yaitu Imam besar bernama Imam Nawawi yang berasal dari Damaskus, Syiria. Nah, dipenghujung abad ke-18 lahirlah Nawawi kedua yang bernama Imam Nawawi Al-bantani ini yang kealimannya mengikuti Imam Nawawi dari Syiria. Orang pertama yang memberi gelar ini adalah Sayyidi Asy-Syekh Wan Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathani. Gelar ini akhirnya diikuti oleh semua orang yang menulis riwayat ulama asal banten ini. Dan perlu diketahui, dari sekian banyak ulama di dunia islam semenjak wafatnya Imam Nawawi pertama, yang wafat pada tahun 676 hijriyah atau 1277 Masehi, belum ada satupun ulama yang mendapatkan gelar Imam Nawawi kedua, kecuali Imam Nawawi yang lahir di Tanara, Banten ini.

3.      Al-Imam wa al-Fahm al-Mudaqqiq (tokoh dan pakar dengan pemahaman yang sangat mendalam)

4.      A’yan ‘Ulama al-Qarn ar-Ram ‘Asyar Li al-Hijrah

5.      Doktor Ketuhanan (Diberikan oleh Snouck Hourgronje).

6.      Kalangan pesantren banyak menyebut beliau dengan Asy-Syekh Al-Faqih.

7.      Bapak Kitab Kuning Indonesia, diberikan oleh para ulama Indonesia.


Karya-Karya Imam Nawawi Al-Bantani Al-Jawi


Imam Nawawi Al-Bantani merupakan ulama besar yang selain aktif mengajar para santri di kota Mekkah juga sangat aktif dalam menulis dan membuahkan karya bermutu. Menurut Sayyidi Asy-SyekhUmar Abdul Jabbar, seorang ulama besar Mesir, dalam kitabnya yang berjudul Ad-Duru min Madhi At-Ta'lim wa Hadlirihi bi al-Masjid al-Haram menjelaskan bahwa karya Imam Nawawi al-Bantani mencapai 100 kitab lebih dan meliputi berbagai disiplin ilmu keislaman. Selain itu, Imam Nawawi juga banyak menulis Syarah atau komentar terhadap kitab-kitab klasik. Karena itulah tidak mengherankan dan tidak berlebihan apabila Imam Nawawi dijuluki pula dengan julukan Bapak Kitab Kuning Indonesia, semata-mata karena memang kitab beliau yang memang banyak dan juga banyak dikaji di berbagai pesantren di Indonesia hingga detik ini.

Diantara sekian banyak karya Imam Nawawi al-Bantani yang dapat disebutkan disini adalah sebagai berikut:

1.      Kitab Marah Labid: Salah Satu Karya Imam Nawawi

Tafsir Marah Labid,sebuah karya di bidang tafsir al-Quran yang membuat takjub para ulama di masanya. Saking takjubnya para ulama Makkah memberikan penghormatan tinggi kepada beliau. Pada hari yang ditentukan, para ulama Mekkah dari berbagai penjuru di dunia mengarak Imam Nawawi Al-Bantani mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali sebagai bukti penghormatan mereka atas karya monumentalnya tersebut.

2.      Tafsir al-Munir. Sebuah tafsir yang sangat monumental yang sebagian ulama mengatakan bahwa kitab tafsir ini lebih baik mutunya dari tafsir Jalalain karya Imam Jalaluddin As-Suyuthi dan Imam Jalaluddin al-Mahalli

3.      Tijanud Durari, kitab di bidang ilmu akidah

4.      Lubâb al-bayyân fi ‘Ilmi Bayyân

5.      Baghyah al-‘Awwâm fi Syarah Maulid Sayyid al-Anâm

6.      al-Durrur al-Baĥiyyah fi syarah al-Khashâish al-Nabawiyyah

7.      Dzariyy’ah al-Yaqîn ‘ala Umm al-Barâĥîn fi al-Tauhîd

8.      al-Ibrîz al-Dâniy fi Maulid Sayyidina Muhammad al-Sayyid al-Adnâny

9.      al-Riyâdl al-Fauliyyah

10.  Mishbâh al-Dhalâm’ala Minĥaj al-Atamma fi Tabwîb al-Hukm

11.  Hilyah al-Shibyân syarah Fath al-Rahman

12.  al-Fushûsh al-Yâqutiyyah ‘ala al-Raudlah al-Baĥîyyah fi Abwâb al-Tashrîfiyyah

13.  al-Naĥjah al-Jayyidah syarah Naqâwah al-‘Aqîdah

14.  Sulûk al-Jâdah syarah Lam’ah al-Mafâdah fi bayân al-Jumu’ah wa almu’âdah

15.  Naqâwah al-‘Aqîdah Mandhûmah fi Tauhîd

16.  ‘Uqûd al-Lujain fi Bayân Huqûq al-Zaujain. Kitab ini merupakan salah satu kitab beliau yang paling terkenal dan banyak dikaji di berbagai pesantren di Indonesia. Bahkan banyak yang memasukkannya sebagai daftar kajian wajib bagi para santri, khususnya di bulan Ramadhan. berisi tentang berbagai persoalan keluarga yang ditulis oleh beliau secara detail dan rinci.

17.  Qathr al-Ghais syarah Masâil Abî al-Laits

18.  Kâsyifah al-Sajâ syarah Safînah al-Najâ, merupakan kitab fiqih yang berisi syarah atau komentar terhadap kitab fiqih Safinatun Najah, karya Sayyidi Asy-Syekh Salim bin Sumeir al-Hadhrami. Para ulama menyebutkan bahwa kitab Kasyifah ini lebih praktis daripada matan Safinatun Najah itu sendiri.

19.  al-Futûhâh al-Madaniyyah syarah al-Syu’b al-Îmâniyyah

20.  Kâsyifah al-Sajâ syarah Safînah al-Najâ

21.  Murâqah Shu’ûd al-Tashdîq syarah Sulam al-Taufîq

22.  Tîjân al-Darâry syarah Matan al-Baijûry

23.  Fath al-Mujîb syarah Mukhtashar al-Khathîb

24.  Fath al-Shamad al ‘Âlam syarah Maulid Syarif al-‘Anâm

25.  Fath al-Majîd syarah al-Durr al-Farîd

26.  Madârij al-Shu’ûd syarah Maulid al-Barzanji

27.  Targhîb al-Mustâqîn syarah Mandhûmah Maulid al-Barzanjî

28.  Nur al-Dhalâm ‘ala Mandhûmah al-Musammâh bi ‘Aqîdah al-‘Awwâm

29.  Tanqîh al-Qaul al-Hatsîts syarah Lubâb al-Hadîts

30.  Fath al-Ghâfir al-Khathiyyah syarah Nadham al-Jurumiyyah musammâ al-Kawâkib al-Jaliyyah

31.  Kasyf al-Marûthiyyah syarah Matan al-Jurumiyyah

32.  Qâmi’u al-Thugyân syarah Mandhûmah Syu’bu al-Imân

33.  al-Tafsir al-Munîr li al-Mu’âlim al-Tanzîl al-Mufassir ‘an wujûĥ mahâsin al-Ta΄wil musammâ Murâh Labîd li Kasyafi Ma’nâ Qur΄an Majîd

34.  Nashâih al-‘Ibâd syarah al-Manbaĥâtu ‘ala al-Isti’dâd li yaum al-Mi’âd

35.  Salâlim al-Fadhlâ΄ syarah Mandhûmah Ĥidâyah al-Azkiyâ΄

36.  Niĥâyah al-Zayyin syarah Qurrah al-‘Ain bi Muĥimmâh al-Dîn

37.  Marâqi al-‘Ubûdiyyah syarah Matan Bidâyah al-Ĥidâyah

38.  al-Tausyîh/ Quwt al-Habîb al-Gharîb syarah Fath al-Qarîb al-Mujîb

39.  Baĥjah al-Wasâil syarah al-Risâlah al-Jâmi’ah bayn al-Usûl wa al-Fiqh wa al-Tasawwuf

40.  Sullam al-Munâjah syarah Safînah al-Shalâh

41.  al-‘Aqd al-Tsamîn syarah Fath al-Mubîn

42.  al-Tsamâr al-Yâni’ah syarah al-Riyâdl al-Badî’ah

43.  dan lain sebagainya


Karomah Imam Nawawi Al-Bantani


Selain dikenal luas sebagai ulama besar dan penulis kitab-kitab bermutu, Imam Nawawi al-Bantani juga dikenal luas sebagai ulama besar yang memiliki berbagai macam karomah. Diantara berbagai karomah beliau yang dapat dijelaskan disini diantaranya yaitu:

Jari jempol kaki beliau bersinar dan dapat menjadi lampu penerang. Dikisahkan bahwa suatu hari beliau sedang dalam perjalanan dan tidak mendapati cahaya atau penerang sedikitpun, padahal saat itu beliau ingin sekali menulis kitab. Akhirnya beliau berdoa kepada allah agar jari kaki beliau dapat menjadi lampu penerang. Dari sinilah kemudian beliau bisa menulis kitab yang dikemudian hari dinamakan Maraqi al-Ubudiyyah, Syarah Matan Bidayah al-Hidayah, sebuah kitab bermutu yang banyak dikaji di pesantren-pesantren seluruh Indonesia

Mampu melihat ka'bah walaupun dari tempat yang sangat jauh sekali. Diceritakan bahwa pada suatu waktu Imam Nawawi muda berkunjung ke sebuah masjid di Jakarta bernama Masjid Pekojan. Masjid ini dibangun oleh keturunan Rasulullah bernama Sayyidi Syekh Usman bin Aqil bin Yahya al-Alawi, seorang ulama besar di masanya dan seorang mufti Betawi. Ketika Imam Nawawi muda melihat bangunan masjid tersebut, sontak beliau menyalahkan arah kiblatnya, karena menurut beliau kiblat masjid tersebut kurang tepat. Sayyid Usman yang melihat seorang remaja menyalahkan bangunan masjid tersebut tentu saja kaget dan akhirnya terjadilah diskusi seru di antara keduanya. Karena keduanya sama-sama berpendirian sesuai dengan pendapatnya, akhirnya Imam Nawawi muda menarik lengan baju Sayyid Usman dan merapatkan tubuhnya dengan tubuh beliau agar bisa saling mendekat. Beliau kemudian berkata, "Ya Sayyid, lihatlah! itulah ka'bah tempat kiblat kita. Lihat dan perhatikanlah! tidakkah ka'bah itu terlihat amat jelas ? Sementara kiblat masjid ini agak ke kiri. Maka perlulah kiblatnya digeser ke kanan agar tepat menghadap kiblat." Syekh Usman pun termangu dan kagum dengan Imam Nawawi muda. Beliau kemudian menyadari bahwa remaja di depannya bukan sembarang remaja, namun seorang waliyullah yang terbuka nur bashirahnya. Dan sampai saat ini, jika kita mengunjungi masjid Pekojan, maka akan terlihat kiblat digeser, tidak sesuai dengan aslinya.

Jasad Imam Nawawi al-Bantani yang tetap utuh. Sebagaimana kebiasan pemerintah Arab Saudi, apabila ada kuburan yang sudah berusia setahun lebih harus dipindah dari pekuburan Ma'la ke pekuburan lain di luar kota. Hal ini untuk memberikan ruang bagi jenazah baru yang sewaktu-waktu meninggal di tanah Haram. Termasuk juga makam Imam Nawawi yang tidak luput dari upaya pembongkaran tersebut. Namun, ketika makam beliau dibongkar ternyata jasad beliau masih utuh dengan kain kafan yang tidak lapuk dan tidak lusuh sedikitpun. Walhasil, jasad beliau tidak ikut dipindah dan tetap dalam keadaannya sekarang hingga hari ini, di pemakaman Ma'la, Mekkah, bersebelahan dengan makam putri Abu Bakar Ash-Shiddiq yang bernama Asma' binti Abu Bakar Ash-Shiddiq.


Wafatnya Imam Nawawi Al-Bantani



 Biografi Imam Nawawi Banten atau Syekh Nawawi Al Imam Nawawi Al-Bantani

Imam Nawawi Al-Bantani Wafat pada tanggal 25 Syawwal tahun 1314 hijriyah, atau bertepatan dengan tahun 1897 Masehi. Beliau kemudian dimakamkan di Ma'la, Makkah al-Mukarramah. Masyarakat muslim Banten sendiri setiap tahun, tepatnya di hari jumat terakhir bulan Syawwal selalu mengadakan acara haul untuk memperingati sosok Imam Nawawi al-Banteni ini. Semoga sedikit biografi ini bisa bermanfaat di dunia dan di akhirat. aamiin.


Sumber https://www.gemamaulid.org/

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel