Siap Mempertanggungjawabkan Hidup

Masaharu Taniguchi, penulis buku-buku spiritual asal Jepang, pikiran akan memilih imbas atau hasil dari apa yang kita lakukan. Pikiran yang cerah akan menumbuh-kembangkan apa pun sehingga menjadi berguna. Hanya dari pikiran yang cerahlah insan sanggup membuat sesuatu, satu demi satu dan mengembangkannya sehingga terus memberi manfaat bagi kehidupan. Sebaliknya, lawan pikiran yang cerah yaitu pikiran yang gelap. Jika pikiran cerah berdampak membangun peradaban, maka pikiran yang gelap akan menghancurkan peradaban. Orang yang berpikiran gelap akan mengeluarkan kata-kata destruktif, negatif dan pesimis. Kata-katanya cenderung sarkas dan berpotensi menyakiti orang lain. Perkataan ataupun cara pikir yang menghancurkan hanya akan mendatangkan kekacauan dan kehancuran, jauh dari kehidupan indah.

Dalam Kitab Suci, “kegelapan” tidak selalu dihubungkan dengan malam atau orang yang buta secara fisik, melainkan selalu terhubung dengan kekuatan jahat yang sanggup menarik hati kita dan membelokkan kita dari arah tujuan yang benar. Bayangkanlah jikalau tujuan mulia itu berbelok. Contoh, Tuhan menganugerahkan pikiran atau nalar kebijaksanaan pada insan sehingga insan sanggup berinovasi menyebarkan aneka macam teknologi yang membantu insan menghadapi pelbagai persoalan. Alih-alih hidup bertambah mudah, di tangan orang-orang yang berpikiran gelapdibelokkan dan digunakan untuk pelbagai tindakan kriminal. Tujuannya jelas, bukan untuk menyebarkan kehidupan, perdamaian, dan kesejahteraan bersama, tetapi pemuasan hawa nafsu diri sendiri.

Kitab Suci mengajarkan kepada kita, pikiran yang cerah atau terang hanya sanggup diperoleh dikala insan memiliki korelasi yang baik dengan Sumber Terangitu, yakni TUHAN sendiri. Salomo, setidaknya pada masa awal ia menjadi raja dikenal sebagai sosok orang yang sangat bijak sana. Pikirannya begitu cerah sebab diterangi oleh hikmat yang berasal dari TUHAN sendiri. Salomo tidak meminta kekayaan, kuasa dan umur panjang kepada TUHAN, melainkan hati yang paham menimbang perkara. Hati yang diterangi oleh hikmat TUHAN! Dengan hati yang bijaksana, Salomo sanggup tetapkan hal-hal pelik dan selanjutnya memimpin bangsanya dengan adil dan membawa bangsanya memasuki kurun keemasan. Hal ini berbanding terbalik di penghujung kekuasaan Salomo. Ia membiarkan hatinya dilingkupi kegelapan. Ditandai dengan kerakusannya berkuasa, memanjakan nafsunya sehingga dialah pemegang rekor dengan istri dan selir terbanyak di sepanjang sejarah Kitab Suci. Demi nafsunya, ia tidak segan-segan kompromi dengan keyakinan kepercayaan bangsa-bangsa di sekitarnya. Di ujungnya, ia harus mempertanggungjawabkan dan mendapatkan buahnya: kehancuran!
Israel terpecah dua menjadi Israel Utara dan Selatan.

Kisah hidup Salomo mengajarkan bahwa dikala pikirannya dipenuhi hikmat Allah, kehidupannya pun cerah. Bangsa yang dipimpinnya terus tumbuh berkembang. Namun, dikala kegelapan menutupi nalar budinya, tragedi dan kehancuran yang dituainya. Ini bukan hukuman, melainkan sebuah konsekuensi. Ketika kita menghendaki kehidupan yang baik, indah dan senang maka hati dan pikiran yang cerah merupakan keniscayaan. 

Pada perayaan Pondok Daun, Yesus telah menyatakan diri-Nya sebagai “Terang Dunia” (Yohanes 8:12; 9:5) yang melampaui terang Israel. Terang dunia itu dinyatakan dalam tindakan Yesus yang memelikkan mata seorang buta semenjak lahir. Penyembuhan fisik menjadi tanda awal perjalanan imannya untuk melihat Terang yang bahwasanya itu. Dalam perjumpaan awal dengan Yesus, orang yang buta semenjak lahir itu, diberi kesempatan sanggup melihat siapa Yesus. Mula-mula ia hanya mengenal, “orang yang disebut Yesus”(8:11). Lalu terjadilah kehebohan. Kelompok Farisi menginterogasinya, kemudian orang ini terdorong mengakui bahwa Yesus yaitu seorang Nabi (8:17); selanjutnya membawa orang ini pada kesaksian bahwa Yesus itu “datang dari Allah”(8:33). Dalam obrolan dengan Yesus sendiri, ia diberi mata hati yang melihat bahwa Yesus itu “Anak Manusia”(8:37), Dia yang tiba dari nirwana untuk menyatakan pekerjaan Allah.

Sebaliknya,orang-orang yang sepanjang dongeng penyembuhan mengira bahwa tidak ada masalah dengan penglihatan mereka dan menganggap tahu bahwa Allah hanya berfirman kepada Musa, menjadi semakin buta terhadap kehadiran Sang Terang Dunia. Mula-mula ada yang masih mendapatkan fakta penyembuhan (8:15), dan tidak semua pribadi menolak Yesus sebagai pendosa; ada yang masih bertanya (8:16-17). Tetapi kemudian keterbukaan itu segera diganti dengan perjuangan untuk menjebak, menjerat, mengejek, dan mengusir orang yang matanya menjadi melek. Mereka tidak mau tahu bahwa Yesus tiba dari Allah.

Beberapa jam lagi kita akan meninggalkan tahun 2018. Dalam perspektif iman, Tuhanlah yang telah menunjukkan kita kesempatan untuk hidup dan menjalaninya. Sebagai orang beriman tentu kita juga meyakini bahwa hidup ini bukan sekedar hidup, melainkan kesempatan untuk bersaksi dan berkarya bagi kemuliaan nama-Nya. Pertanyaannya sekarang, apakah kita memakai kesempatan hidup sepanjang tahun 2018 itu untuk merespons kiprah panggilan dari Tuhan? Apakah cara hidup kita mencirikan bahwa kita yaitu bawah umur Tuhan yang diterangi oleh hikmat Allah? Sehingga selalu berperilaku, berkata, dan bersikap baik sehingga pantas menyandang sebutan itu: anak Tuhan. 

Ataukah malah sebaliknya, meski kita akrab dengan Kita Suci, aktif dalam pelbagai aktivitas pelayanan, sering memakai nama-Nya, sanggup jadi kita ibarat orang-orang Farisi. Menutup pintu hati kita untuk diterangi oleh Sang Terang Dunia. Sehingga kata-kata kita tajam ibarat silet yang siap melukai orang lain. Akal kebijaksanaan kita sering digunakan untuk merancangkan keserakahan, kesombongan dan membiarkan terus dikuasai oleh kepahitan, dendam dan iri hati. Perilaku kita jauh dari kaidah moral yang diajarkan dan diteladankan oleh Sang Terang itu. Jika ini yang terus kita pertahankan, sudah terperinci muaranya akan ke mana: kekacauan dan kehancuran!

Sampai di penghujung tahun ini, Tuhan masih memberi kesempatan untuk kita semua. Tuhan mau kita berubah. Perubahan itu dimulai dari nalar kebijaksanaan dan hati yang mau menyambut dan mendapatkan Sang Terang. Biarkanlah hati dan pikiran kita dikuasai-Nya, pasti pikiran kita menjadi cerah, kehidupan dan peradaban gres muncul ibarat fajar yang menjamin kehidupan. Semoga!

Jakarta, Akhir tahun 2018

Sumber https://nananggki.blogspot.com/

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel