Bukan Pertobatan Biasa
“Sang suara”padang gurun ituterus menyuarakan pesan Ilahi. Pesan utamanya ialah menyerukan pertobatan. Yohanes mengingatkan semakin mendesaknya pengadilan Ilahi. Maka tidak banyak lagi waktu tersisa untuk pertobatan. Warisan religius – dan itu merupakan pujian umat Israel sebagai bangsa pilihan Allah – tidak menjamin seseorang sanggup mengelak dari pengadilan Ilahi.
Yohanes mewartakan bahwa marah Allah yang sudah ditentukan itu akan tiba segera. Situasi ini digambarkan dengan kapak yang sudah tersedia pada akar pohonyang siap menebang setiap pohon yang tidak menghasilkan buah. Apa sebabnya Allah begitu marah dan berniat menghabisi siapa pun yang tidak menghasilkan buah? Lalu marah yang bagaimana yang akan Allah tumpahkan pada waktu pengadilan itu terjadi?
Allah menjadi marah oleh lantaran berulang kali Ia menawarkan peringatan. Namun, insan terus-menerus hidup berkanjang dalam dosa. Alkitab Lukas hanya menggunakan kata “murka” (orgé) hanya dua kali, yakni dalam Lukas 3:7 dan Lukas 21:23. Keduanya memperlihatkan pada pernyataan marah Allah pada masa yang sudah ditentukan. Orang-orang Yahudi mengerti apa yang dimaksudkan dengan “waktu yang ditentukan Allah”, yakni dalam konteks eskatologi, simpulan zaman. Kapan persisnya? Hanya Allah sendiri yang tahu. Namun, untuk hingga pada waktu yang ditentukan itu Allah telah begitu sabar, memberi kesempatan kepada umat-Nya untuk bertobat. Namun, kesempatan itu tentu ada batasnya. Di ujung batas itu, Allah sendiri akan tiba untuk menciptakan perhitungan dengan manusia. Mereka yang tidak menghasilkan kebaikan akan dihukum-Nya!
Tidak seorang pun sanggup terhidar dari marah Allah. Mereka yang menyatakan diri sebagai keturunan Abraham pun tidak akan luput dari marah itu. Bagaimana caranya orang sanggup terhidar dari marah Allah itu? Bertobat! Pertobatan yang menyerupai apa? Pertobatan itu nyata, bukan sekedar gagasan suci yang diucapkan di verbal atau melalui gestur tubuh: sujud, menangis, puasa dan seterusnya. Tidak cukup begitu!
Yohanes mengartikan pertobatan itu sangat sederhana. Erat kaitannya dalam prilaku sehari-hari. Para pendengarnya bertanya perihal langkah selanjutnya sesudah mereka menyatakan pertobatan : “Apa yang harus kami perbuat?”Yohanes menjawab, “Barangsiapa memiliki dua helai baju, hendaklah ia membaginya dengan yang tidak punya, dan barangsiapa memiliki makanan, hendaklah ia juga berbuat demikian.”(Lukas 3:11). Pertobatan bagi Yohanes ialah soal hidup yang tidak mementingkan diri sendiri. Tidak egois! Yohanes tidak menunjuk yang bukan-bukan. Ia tidak meminta orang memberi persembahan atau berpuasa siang dan malam dalam jangka waktu beberapa hari. Tidak! Namun, ia meminta rakyat yang sudah miskin itu tetap peduli terhadap mereka yang lebih miskin lagi.
Bagi Yohanes kemiskinan bukanlah alasan untuk orang menghalalkan segala cara untuk memperoleh masakan guna mempertahankan kehidupan. Kemiskinan juga bukan alasan untuk seseorang tidak sanggup membuatkan dan peduli terhadap sesamanya. Baju (khiton) ialah pakaian dalam yang digunakan di bawah himation(sejenis jubah atau mantel). Oang Yahudi biasanya menggunakan dua kelai baju saat hendak bepergian sebagai antisipasi udara hambar pada waktu malam. Mereka yang memiliki dua helai baju dan merasa hangat harus mengingat orang-orang yang sama sekali tidak punya baju dan niscaya mereka lebih kedinginan dan menderita. Demikian juga bagi mereka yang memiliki masakan harus peduli dan mau membagi mereka yang tidak punya masakan biar jangan mati kelaparan. Baik baju maupun masakan dalam ayat ini hanya sebagai tumpuan saja. Yang paling penting jiwa atau makna dari perkataan itu ialah: Kasihilah sesamamu insan secara nyata, alasannya ialah itulah tanda dan buah bahwa Anda bertobat! Dengan kata lain, jangan pernah Anda menyampaikan saya sudah bertobat saat Anda mengeraskan hati dan bergeming melihat penderitaan sesama.
Kepada para pemungut cukai yang tiba dan bertobat, Yohanes mengatakan, “Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu.”(Lukas 3:13). Cukup mengherankan bahwa Yohanes Pembaptis didatangi oleh para pemungut cukai. Sebab, para pemungut cukai dikelompokkan oleh orang Yahudi sebagai pendosa lantaran moralitas mereka yang buruk. Mereka bekerja sama dan menjadi kaki tangan penjajah Romawi. Mereka memeras saudara sebangsanya sendiri. Maka pantaslah jika mereka menjadi target kebencian orang Yahudi. Namun, Alkitab Lukas mau menegaskan bahwa kesucian hati seseorang tidak ditentukan oleh opini dan stigma yang beredar dalam masyarakat, dan bahwa orang dilarang dikuasai oleh macam-macam prasangka jelek terhadap sesamanya.
Yohanes memahami posisi para pemungut cukai. Menariknya, Yohanes tidak meminta mereka untuk meninggalakan profesi sebagai pemungut cukai. Ia hanya meminta jangan menagih lebih banyak. Rupanya Yohanes faham bahwa sistem penagihan pajak yang digunakan penguasa Romawi sangat memberatkan rakyat. Kaisar Augustus berusaha membersihkannya dari unsur-unsur ketidakadilan, dan Yohanes Pembaptis menyuarakan perjuangan Kaisar itu dengan memperingatkan suadara-saudara sebangsanya biar mereka jangan memeras orang yang keadaannya sudah miskin. Memakai posisi pemungut cukai yang dilengkapi legalitas dan tentara, hal ini mau mengingatkan bagi siapa pun yang punya posisi dan kedudukan dan didukung oleh kekuatan yang sanggup menekan, maka janganlah mengakibatkan posisimu itu untuk memperkaya dan menciptakan nyaman dirimu sendiri dengan mengorbankan orang lain! Dengan kata lain Yohanes mau mengingatkan, “Jangan katakan Anda telah bertobat jika Anda masih merasa nyaman di tengah kesengsaraan orang lain!”
Di samping para pemungut cukai, ada juga tentara-tentara yang tiba untuk menyatakan pertobatan. Mereka itu ialah orang-orang Yahudi yang dipekerjakan oleh Herodes Antipas, atau semacam hansip yang di bawah pengawasan raja untuk menjaga ketertiban (antara lain dengan mendampingi para pemungut cukai saat mereka menagih pajak). Dengan kewenangan yang diberikan kepada tentara, mereka sanggup memeras, mengintimidasi dan menindas. Yohanes mengingatkan biar mereka tidak merampas dan memeras. Mereka harus mencukupkan diri dengan honor yang mereka terima. Hal yang tidak kalah menarik dari pemungut cukai, Yohanes tidak meminta mereka untuk berhenti menjadi tentara di bawah Herodes atau Kaisar Romawi. Namun, mereka diminta bekerja sesuai dengan kodratnya sebagai tentara yang menjaga keamanan dan ketertiban. Bagi Yohanes Pembaptis, seseorang yang mendapatkan honor dan bertobat maka harus mencukupkan diri dengan uang yang diterimanya. Jangan mengaku bertobat apabila Anda masih suka mencari pelengkap honor dengan memeras, menipu, dan memanfaatkan kelengahan dan keluguan orang lain.
Melalui pesan yang tersirat kepada para pemungut cukai dan para tentara Yohanes memberi dua tumpuan perihal “dosa-dosa jabatan”. Sekali lagi, Yohanes tidak meminta orang-orang itu harus mencari pekerjaan lain yang terkesan lebih mulia. Adalah tidak perlu mereka melepaskan jabatan mereka, tetapi mereka harus bersedia melepaskan dosa-dosa jabatan itu.
Tuhan menawarkan kepada Anda dan saya sebuah tugas atau sebuah jabatan. Pendeta, pengacara, pedagang, direktur, pendidik, polisi, hakim, pegawai negeri dan lain sebagainya. Untuk menjadi orang yang bertobat, tidak perlu Anda dan saya berhenti dari “jabatan-jabatan” itu (kecuali yang jelas-jelas berdosa menyerupai pencuri dan perampok). Namun, bertobat ialah kesediaan kita untuk tidak menyalahgunakan jabatan dan kewenangan yang menempel pada kita. Bekerjalah dengan sebaik-baiknya, menjadi berkhasiat bagi banyak orang dan begembiralah dengan honor yang Engkau terima!
Bertobat bukanlah hal yang menyesakkan dada dan menyulitkan prilaku hidup, namun percayalah hidup dalam pertobatan itu mendatangkan kebahagiaan dan sukacita. Nantikanlah kedatangan Tuhan dengan pertobatan yang bekerjsama dan bersukacitalah, gaudette!
Jakarta, Minggu Adven ke-3, 2018
Sumber https://nananggki.blogspot.com/