Man Of The Match Debat Pertama Pilpres 2019 - Oleh Balya Nur

Saya hingga di rumah kurang lebih pukul setengah sembilan malam. Acara debat di televisi sudah berlangsung.

Bisa saja saya membatalkan salah satu kegiatan saya di luar rumah demi menonton debat antar Capres/ Cawapres 2019 dari awal.

Tapi dari awal saya memang kurang tertarik.
Saya hingga di rumah kurang lebih pukul setengah sembilan malam Man of the Match Debat Pertama Pilpres 2019 - oleh Balya Nur

Debat yang terlalu banyak peraturannya, dibatasi waktu, terlalu formal, apalagi diberi kisi-kisi dan bawa contekan, niscaya kurang menarik.

Lihat juga: Jangan Bercermin di Cermin Retak oleh Balya Nur

Debat Pilpres 2019


Format debat pilkada DKI 2017 kemudian malah jauh lebih menarik.

Dan BENAR saja.

Saya nonton hingga simpulan debat, secara substansi hanya pengulangan saja.

Ketika ditanya soal aturan yang tajam ke bawah, tumpul ke atas dengan pola kasus, Jokowi berkali-kali bilang, “Kalau ada kasus, ya laporkan saja pada Polisi.“

Justru persoalannya kan pada lapor polisinya itu.

Banyak sekali pola masalah yang dilaporkan ke polisi tapi tidak ditindaklanjuti alasannya yang dilaporkan pro penguasa.

Masa sih Jokowi nggak tahu masalah Laiskodat yang dilaporkan oleh beberapa Parpol oposisi, nggak terang juntrungannya.

Debat Pertama Pilpres 2019 - Hukum, Korupsi, HAM dan Terorisme


Kalau Ade Armando yang sudah entah berapa kali dilaporkan tapi belum juga tersentuh hukum, atau barangkali Jokowi memang nggak tahu? Tapi itu sebuah fakta.

Sementara masalah yang sama, contohnya editan gambar KHMA yang dipakaikan topi santa, cepat sekali diprosesnya.

Hal itu kan sudah jadi materi perdebatan di medsos hingga bosan.

Tapi saya masih dapat menikmati panggung teaternya.

Nampak sekali KHMA demam panggung.

Itulah pentingnya melaksanakan simulasi secara serius, terutama soal menyiasati waktu.

KHMA katanya sebelum debat sudah dipoles.

Tapi hasilnya tidak nampak di program debat.

Makanya tidak heran kalau ia lebih banyak menjadi pendengar yang baik, atau tukang ambil undian pertanyaan.

Sekalinya bicara, kehabisan waktu.

Misalnya, ketika bicara penanganan disabilitas.

Baru saja ia ingin mengutip pola yang terjadi pada Nabi Muhammad SAW, waktunya habis.

Saya sih paham apa yang ingin dicontohkan.

Dia ingin memberi pola menyerupai tertulis pada surah “Abasa.”

Ketika Rasulullah mengacuhkan Abdullah bin Umi Maktum yang buta, Allah menegur Nabi.

Jika contohnya diberikan waktu satu atau dua menit pun, pola tragedi itu tidak cukup.

Bahkan dapat disalah tafsirkan jikalau dibatasi waktu.

Bisa ada yang beranggapan Nabi tidak perhatian pada orang buta, lebih mementingkan pembeasar Quraisy.

Padahal waktu itu Nabi sedang berda’wah pada pembesar Quraisy, dengan asumsi, jikalau para pembesar Quraisy masuk Islam, tentu jalan da’wah Nabi lebih lancar.

Tapi Allah tetap memberi teguran, walaupun secara substansi Nabi tidak bersalah. Allah memberi pelajaran pada Nabi biar menghormati disabilitas.

Nah, menyiasati waktu ini menjadi serpihan penting, dan memerlukan latihan. Makara jangan sombong bilang, masa debat saja perlu latihan.

Dalam hal menyiasati waktu, Sandiaga sangat taktis. Maklum saja, beredar video ketika Sandi berlatih menyiasati waktu.

Sandiaga tidak malu, bahkan besar hati kalau ia benar-benar serius menghadapi debat ini dengan berlatih simulasi waktu.

Sekalinya diberikan kesempatan oleh Jokowi, KHMA menjawab pertanyaan, bagaimana menyiasati penanggulangan terorisme tapi tidak menabrak HAM.

KHMA malah bicara soal terorisme itu yaitu perbuatan terkutuk dan seterusnya.

Panggung teater debat yang paling menarik yaitu ketika pembawa program minta pernyataan epilog dan saling mengapresiasi lawan debat ditutup dengan imbauan pilpres damai.

Jokowi hanya bicara singkat, tanpa mengapresiasi lawan debat dan imbauan pilpres damai.

Lihat juga: Presiden diatas Semua Golongan Lambang Jari

Waktu masih banyak tersisa, Jokowi ditawarkan, apakah akan memberi apresiasi pada lawan debat?

Dengan tegas Jokowi bilang, TIDAK!

Padahal Prabowo dapat mengambil poin penuh pada sesi epilog ini.

Tapi entah kenapa, hingga waktu berakhir, Prabowo juga tidak memgambil kesempatan emas itu untuk mengapresiasi lawan debat dan imbauan pilpres damai.

Setelah pembawa program menegaskan kembali bahwa kedua paslon ini tidak mau saling menghargai, barulah Jokowi menyadari kesalahannya memahami apa yang diinginkan oleh pembawa acara.

Buru-buru ia bersama KHMA menghampiri Prabowo, dan Prabowo-Sandi menghampiri Jokowi, saling bersalaman, berangkulan hangat.

Tapi pembawa program malah melarang, alasannya memang belum saatnya berpelukan.

Sesi epilog ini menampilkan wajah debat yang kaku pada peraturan.

Bisa jadi Jokowi dan Prabowo kurang paham dengan maksud pembawa program yang minta saling mengapresiasi, tapi ketika kedua paslon ini saling berangkulan, mestinya pembawa program membiarkan, kalau perlu menambahkan;

“Walaupun tidak diucapkan secara verbal tapi rangkulan ini sebagai bentuk saling menghargai kedua paslon. Tepuk tangaaaan…”

Tapi alasannya pembawa program terpaku pada peraturan, hingga mengakibatkan kesan, imbauan pembawa program biar kedua paslon saling menghargai hanya imbauan formalitas saja. Begitulah.

Kalau ditanya, siapa pasangan capres yang paling unggul dalam debat pertama ini?

Pendukung Jokowi niscaya bilang, Jokowi-Ma'ruf laaah…

Pendukung Prabowo bilang, Prabowo-Sandi lah…

.., dan medsos pun tambah berisik.

Kalau saya ditanya, siapa man of the match debat pertama ini? Saya akan jawab, SANDIAGA UNO.

BELAJAR PERSISI DARI BANG SANDI


Kalau saya ditanya, siapa man of the match debat pertama ini? Saya akan jawab, Sandiaga Uno.

Dia cerdik menyiasati waktu, bahkan untuk jatah waktu yang hanya beberapa detik saja ia dapat mengukurnya dengan sangat sempurna dengan susunan kata yang pas mantab.

Padahal ia tidak punya latar belakang tukang kayu atau tukang mebel yang erat dengan persisi.

Latihan serius. Itu kuncinya.

Dia tidak sombong dengan mengatakan; “Buat apa latihan? Masa debat saja pakai latihan…”

Bukan hanya itu, ia tidak aib mengumumkan cara latihannya.

Terbukti, bahwa Sandiaga tak peduli pada pencitraan.

Debat yang dibatasi oleh waktu bukan hanya membutuhkan penguasaan materi, tapi juga akurasi waktu.

Memilih kalimat yang ringkas, padat, sempurna sasaran, dan tentu saja gampang dipahami pemirsa.

Dan itu membutuhkan latihan serius.

Christano Ronaldo atau Messi yang jadi langganan pemain sepak bola terbaik dunia juga tetap latihan setiap menghadapi pertandingan untuk menyesuaikan taktik instruktur menghadapi lawan.

Walaupun sudah berkali-kali menghadapi lawan yang sama.

Jadi, menganggap enteng duduk masalah walaupun menguasai materi, akan terbaca ketika megambil kebijakan.

Misalnya, hari ini mengambil kebijakan menaikan BBM, dalam hitungan jam kemudian dibatalkan.

Karena itu tadi, KESOMBONGAN alasannya merasa tahu segalanya, mengabaikan persisi.

Insya Allah Sandiaga Uno nanti akan menjadi Cawapres yang punya perhitungan matang. Dia memang bukan Cawapres biasa.

Prabowo memang dikenal punya visi dengan persisi akurat.

Terbukti, ketika ia menentukan Anies Baswedan menjadi Cagub.

Walaupun orang-orang dekatnya banyak yang tidak setuju, tapi ia berhasil meyakinkan kalau Anies yaitu pilihan yang tepat.

Dan kini ia menentukan Sandi, orang satu partai sebagai Cawapres, dan Sandi membuktikan, pilihan Prabowo memang tepat.

Dan juga telah dibuktikan dengan meyakinkan Megawati, bahwa Jokowi yaitu sosok yang sempurna untuk jadi Cagub DKI medampingi Ahok.

Begitu juga ketika mengusung Ridwan Kamil menjadi Walikota Bandung.

Kelemahan Prabowo adalah, jikalau ia sudah semangat bicara, terkadang suka terpeleset, dan Sandiaga menjadi penyempurna kelemahan ini.

Mestinya Capres Saling Timpa Aja (Fahri Hamzah)


Kecewa saya sama panggung Debat Pertama Pilpres 2019 malam ini....

KPU tidak saja memperlihatkan kisi-kisi, tapi membolehkan adanya contekan sehingga wajah kandidat sering melihat ke bawah dan tidak menyimak.

Saya hingga di rumah kurang lebih pukul setengah sembilan malam Man of the Match Debat Pertama Pilpres 2019 - oleh Balya Nur

Dan pada akibatnya jawabannya gak nyambung.

Ayolah KPU ubah ini, masih ada 4 kali debat lagi.

Kita harus menciptakan protes keras kepada KPU yang telah melaksanakan drama menyerupai itu.

Maka calon presiden dapat bersembunyi di balik pertanyaan dan balasan serta kisi-kisi yang telah dihafal.

KPU menipu kita!

Apa tidak aib melihat debat yang menyerupai cerdas cermat anak Sekolah Menengah Pertama dan SMA?

Coba lihat deh ... kandidat tidak menyimak pertanyaan dan sangkalan...karena sibuk membaca kerpekan...lalu waktu menjawab tidak nyambung.

Tapi alasannya balasan capres, jadi kita anggap ok-ok aja.

Calon presiden tidak perlu dibantu atau dilindungi dalam debat.

Biarkan mereka ditelanjangi oleh kata-kata mereka sendiri.

Mereka jangan lagi membaca goresan pena orang.

Biar keluar apa yang bekerjsama ada dalam kepala, dalam hati dan dalam harapan mereka.

Jangan dibela!

Plis stop sandiwara ini.

Rakyat jangan dibodohi.

Kosa kata yg keluar dari moderator ini kayak anak-anak..

”Mohon capres mengucapkan kebanggaan kepada calon lain ya dan memberikan pesan damai...”

Maksudnya apa sih? Memang rakyat rusuh apa? Di bawah santai aja kok..

Ada 4 kali lagi debat, permohonan saya:

  1. Kalau takut ramai gak usah bawa timses. Di studio TV aja.
  2. Gak usah kasi waktu 2-3 menit. Biat mereka olah narasi sendiri. 
  3. Stop bawa catatan baik kertas maupun tablet.
  4. Kasih waktu saling potong antar kandidat.

Para pejabat dan pimpinan forum negara khususnya yudikatif gak usah diajak nonton.

Ngapain ketua MA, ketua MK dan ketua KY duduk di antara politisi?

Juga aneka macam pimpinan forum pemerintahan dan menteri?

Buat apa?

Belum lagi pembisik dan tukang antar bocoran wara-wiri ramai amat kayak coach pertandingan tinju kelas layang.

Biarkan aja ia sendiri saling berhadapan.

Lihat: Kegagalan Pidato Kebangsaan Prabowo oleh Fahri Hamzah

Biar kelihatan siapa yang dapat bangun diatas kaki sendiri dan siapa yang tidak mandiri.

Biar saling timpa aja!

Ini cuman sabung ekspresi kok. Takut amat.

Sekali lagi, ini kepentingan rakyat. Bukan KPU atau kandidat.

Rakyat perlu tahu siapa yang akan mimpin mereka. Jangan main-main. Sekian!

Twitter @fahrihamzah 17/1/19
Sumber https://www.awambicara.id/

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel